21.05-16 - “Jogja Darurat Narkoba”. Sebuah judul berita di sebuah surat kabar daerah yang membuat kita tidak hanya prihatin tetapi juga miris. Bagaimana tidak?
Yogyakarta sebagai kota pelajar, tempat menuntut ilmu untuk hari depan jika pelajar dan mahasiswanya (baca generasi muda) terjerat narkoba betapa mengerikannya.
Untuk mengantisipasi merebaknya penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar, SMP Negeri 7 Yogyakarta bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) Daerah Istimewa Yogyakarta menyelenggarakan penyuluhan penanggulangan penyalahgunaan narkoba pada hari Sabtu, 21 Mei 2016. Penyuluhan dilaksanakan di halaman sekolah mulai pukul 08.00 oleh petugas penyuluh dari BNN, Ibu Lukluk Sihjati.
Dalam uraiannya, Ibu Lukluk Sihjati, ibu muda penggiat anti narkoba ini menjelaskan bahaya penyalahgunaan narkoba. Narkotika hanya bisa digunakan aatas rekomendasi dokter untuk pengobatan atau tindakan medis. Tidak setiap dokter boleh memberi narkotika kepada pasiennya. Penggunaan narkotika untuk pengobatan dan tindakan medis memerlukan banyak pertimbangan, jadi tidak sembarangan memberi narkotika. Dengan demikian, penggunaan narkoba tanpa pengawasan dokter akan sangat berbahaya bagi penggunanya.
Penyalahgunaan narkoba biasanya bermula dari kebiasaan merokok secara khusus di kalangan remaja, termasuk di dalamnya anak usia SMP. Remaja yang punya kecenderungan ingin tahu dan ingin mencoba menjadi sasaran empuk para pengedar. “Sekali mencoba narkoba, akan terjerat untuk seterusnya” tegas Ibu Lukluk, “maka jangan sekali-kali mencoba!” Bencana akibat narkoba tidak hanya habisnya harta untuk beli narkoba, tetapi juga badan sakit karena ketergantungan, pikiran buntu, dan hilangnya masa depan yang cerah.
Di akhir penyuluhan, Ibu Lukluk Sihjati mengajukan pertanyaan yang menggelitik,
“Hai putri-putri SMP Negeri 7 Yogyakarta, apakah di antara kalian ada yang bercita-cita mempunyai suami perokok?”
Semua siswa putri serempak menjawab, “Tidak!” kemudian disambut dengan tepuk tangan seluruh siswa.
“Hai putra-putra SMP Negeri 7 Yogyakarta, apakah di antara kalian ada yang bercita-cita mempunyai istri perokok?”
Semua siswa putra tertawa karena dirasa aneh dan serempak menjawab, “Tidak!” kemudian disambut dengan tepuk tangan seluruh siswa.
Jawaban ini memberikan harapan dan gambaran bahwa para siswa setidaknya telah memiliki wawasan tentang kesehatan yang berkaitan dengan bahaya rokok dan narkoba.
Pada sesi II yang dimulai pukul 10.00, Kanit Dikyasa Satlantas, Bapak Iptu Marija dibantu Bapak Iptu Suryanto (Kanit Binmas ) Polresta Yogyakarta memberikan penyuluhan tentang Etika Berlalu lintas (ELL).
Dalam penyuluhannya, Pak Iptu Marijo menjelaskan syarat-syarat seseorang boleh mengendarai kendaraan bermotor di jalan dengan mengacu Undang-Undang Lalu Lintas No. 22 tahun 2009.
Secara khusus Pak Iptu Marija menjelaskan Bab VIII tentang Pengemudi, pasal 77 ayat 1 berbunyi : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di Jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis Kendaraan Bermotor yang dikemudikan. Kemudian Pasal 81 ayat 2 dinyatakan bahwa syarat memiliki SIM A, C, D minimal berusia 17 tahun. Dengan demikian siswa-siswa SMP Negeri 7 Yogyakarta yang pada umumnya berumur di bawah 17 tahun belum dapat memperoleh SIM. Jika belum memiliki SIM otomatis belum diizinkan mengendari kendaraan bermotor.
Pak Iptu Suryanto dalam penyuluhannya mengatakan betapa bahayanya anak-anak usia SMP yang belum memiliki SIM karena belum memiliki keterampilan yang terekomendasi oleh yang berwajib dan secara psikologis belum matang. Tingkat emosional anak usia SMP belum stabil sehingga ketika di jalan sangat mudah terpancing emosinya. Anak-anak usia SMP yang melakukan pelanggaran belum tentu atas kehendak sendiri. Tidak menutup mata bahwa dengan berbagai alasan justru orang tua yang mengizinkan anak-anaknya mengendarai kendaraan bermotor walaupun belum memiliki SIM. Tentu hal ini membahayakan bagi si anak dan pengemudi kendaraan bermotor yang lain. Oleh karena itu, siswa SMP Negeri 7 Yogyakarta diajak untuk berani menolak atau menegur orang tua yang melakukan pelanggaran lalu lintas.
Di akhir penyuluhannya, seluruh siswa kelas VII dan VIII bersama dengan Iptu Marija, Iptu Suryanto berfoto bersama sebagai pernyataan mendukung tertib berlalu lintas “Utamakan Keselamatan Bukan Kecepatan”. (rn)