Berbicara mengenai Ibu Sulis membuat ingatan kita selalu terlintas pada sosoknya yang ramah dan mahir dalam bernyanyi. Ibu guru yang memiliki nama lengkap Sri Sulistyorini tersebut memiliki kegemaran dalam menyanyikan lagu-lagu tradisional dengan suara merdunya hingga membuat pendengar turut terhanyut. Guru muda yang lahir 28 tahun silam, tepatnya pada 23 Agustus 1993 di Rembang tersebut memang memiliki hobi bernyanyi sejak ia masih kecil. Tidak heran apabila beliau selalu menyumbangkan suara emasnya setiap kali SMP Negeri 7 Yogyakarta mengadakan sebuah acara.
Selain menjadi langganan dalam memeriahkan acara dengan bernyanyi, Ibu Sulis juga tidak jarang menjadi pembawa acara pada setiap kegiatan, seperti rapat, workshop, pameran karya, dan lain sebagainya. Hal tersebutlah yang membuat Ibu Sulis terkenal dengan public speaking-nya yang bagus.
Guru muda yang berdomisili di Demangan, Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut beralamat asal di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Beliau membutuhkan waktu 8 jam perjalanan dengan jalur darat apabila pulang ke Rembang. Sungguh sebuah dedikasi yang luar biasa ditunjukkan oleh Ibu Sulis untuk mendidik generasi penerus bangsa di SMP Negeri 7 Yogyakarta.
Selain memiliki kemampuan dalam bernyanyi, Ibu Sulis juga terkenal dengan kemampuannya membina komunikasi, baik kepada rekan kerja senior maupun sebayanya. Menjadi wajar apabila beliau begitu disegani oleh seluruh warga sekolah. Hal tersebut tentu saja tidak terlepas dari pengaruh riwayat pendidikan yang telah beliau tempuh. Mulai dari jenjang sekolah dasar, beliau lalui di SD Negeri Tegalmulyo dan lulus pada tahun 2005. Dilanjutkan dengan jenjang sekolah menengah, beliau tempuh di SMP Negeri 1 Kragan dan lulus pada tahun 2008, lalu berlanjut di SMA Negeri Lasem dan lulus pada tahun 2011. Pada jenjang perguruan tinggi, beliau mendapatkan gelar sarjana pendidikan Bahasa Jawa di Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tahun 2015. Tidak berhenti sampai di sana, beliau juga telah menuntaskan pendidikan pascasarjana di Universitas Negeri Yogyakarta pada tahun 2021. Memutuskan jauh dari keluarga saat menempuh pendidikan, bahkan hingga mengabdi pada pekerjaan tentu bukan hal yang mudah. Hal tersebut justru dapat menjadi peluang bagi beliau untuk membangun komunikasi dengan begitu banyak orang. Hal ini senada dengan apa yang beliau sampaikan ketika penulis bertanya tentang alasan beliau saat memutuskan mengambil pendidikan S2 di UNY. “Ingin bertemu dan mengenal banyak teman dan dosen baru,” katanya.
Alasan itu jugalah yang menuntun Ibu Sulis untuk memulai mengajar di SMP Negeri 7 Yogyakarta empat tahun silam, tepatnya di tahun 2017. Bertemu dengan rekan kerja baru, siswa dengan karakter yang beragam, dan harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru tidak menjadi halangan bagi putri dari pasangan Ibu Supiyah dan Bapak Suhardjito ini. Sulung dari dua bersaudara ini bahkan pernah mengikuti studi banding naskah di Institut Alam dan Tamadun Melayu Malaysia pada tahun 2017. Kegiatan tersebut diadakan oleh program Pascasarjana Pendidikan Bahasa Jawa UNY. Dengan mengikuti kegiatan tersebut, beliau menjadi tahu bahwa ternyata naskah Jawa yang ada di Jawa mempunyai kemiripan dengan naskah kuno di Malaysia. Beliau juga pernah mengikuti lomba paduan suara tingkat nasional saat kuliah S1 di Semarang. Tidak berhenti di situ, beliau dan tim paduan suaranya juga pernah mendapatkan juara keempat pada lomba Sapta Gita yang diselenggarakan di USM (Universitas Semarang) pada tahun 2014. Kegiatan tersebut membutuhkan banyak biaya untuk persiapan lomba, seperti kostum, properti, biaya pelatih, pianis, dan akomodasi. Selain mengajukan proposal ke kampus, beliau juga turut dalam timnya untuk melakukan ngamen di CFD (Car Free Day) di jalan Slamet Riyadi Solo. Tidak berhenti sampai di sana, mereka juga mengadakan kegiatan danus (dana usaha), yaitu mengambil jajan kemudian dijual Kembali saat latihan, atau dititipkan di setiap sekretariat UKM kampus. Bahkan, mereka pun mengumpulkan botol bekas untuk dijual Latihan dari sore hingga tengah malam juga beliau tempuh hampir setiap hari ketika mendekati waktu perlombaan. Proses menuju lomba tersebut sangat berkesan bagi Ibu Sulis karena semua berusaha untuk memberikan yang terbaik.
Berdasarkan pengalaman Ibu Sulis yang telah menuntunnya hingga saat ini, beliau berpesan pada anak didiknya di SMP Negeri 7 Yogyakarta. “Tetap semangat. Lelah dan bosan adalah hal wajar, tapi jangan jadikan kebiasaan. Buatlah keadaan ini sebagai pemecut jalan kalian meraih kesuksesan. Kalian luar biasa.” Sebuah pesan sederhana dan Ibu Sulis telah membuktikannya. Kesulitan bukanlah halangan, tetapi pemicu untuk terus berjalan. Bagi SMP Negeri 7 Yogyakarta, beliau berpesan agar sekolah lebih jaya. Meningkat dalam segala prestasi, tidak hanya akademis, tetapi juga pada karakter.
“Jadilah seperti jam dinding. Diperhatikan ataupun tidak, dia tetap berjalan,” kata Ibu Sulis. Sebuah moto hidup yang mampu menyadarkan kita untuk terus berkarya, apapun kondisinya. Padahal, bagi SMP Negeri 7 Yogyakarta, Ibu Sulis adalah jam tangan yang selalu dikenakan. Detiknya menyatu dengan denyut nadi. Ibu Sulis adalah penunjuk bagi kami untuk terus berjalan, betapa pun sulitnya. Terima kasih atas dedikasinya! (TD)
Mengampu
Bahasa Jawa
Motto
Jadilah seperti jam dinding. Diperhatikan ataupun tidak, dia tetap berjalan.
Tetap semangat anak-anak.. lelah dam bosan adalah hal wajar, tapi jangan jadikan kebiasaan. Buatlah keadaan ini sebagai pemecut jalan kalian meraih kesuksesan. Kalian luar biasa.