
Di pinggiran kota dengan padat penduduk, tinggalah keluarga kecil nan miskin. Keluarga itu terdiri dari ayah dan seorang anak perempuannya. Ayah itu bernama Pak Daud dan putrinya bernama Risa. Pak Daud bekerja sebagai tukang becak untuk memenuhi kebutuhan hidup ia dan anak semata wayangnya.
Risa masih berusia 10 tahun dan kini duduk di bangku kelas 5 SD. Risa adalah anak yang rajin dan pandai di kelasnya. Ia selalu mendapat juara setiap tahun. Risa juga mendapat beasiswa, jadi tidak perlulah Pak Daud memikirkan biaya sekolah Risa.
Suatu sore ketika Risa sedang belajar, ayahnya baru pulang dari bekerja. Risa melihat ayahnya yang tampak kelelahan dengan nafas tersengal-sengal, dan keringat yang bercucuran. Risa mendekati ayahnya yang sedang mengipasi diri dengan kopyah yang telah koyak.
Risa bertanya “Ayah, kenapa kopyah ini masih di pakai? Inikan sudah tidak layak dipakai.” Sembari mengamati kopyah yang ada di tangan ayahnya. “Kenapa tidak beli lagi yang baru?” sambungnya. “Ayah tidak punya cukup uang untuk membeli kopyah baru nak, untuk makan saja harus kita cukup-cukupkan. Doakan saja ayah di lancarkanh rezeki agar dapat membeli kopyah baru.” Kata Pak Daud sambil beranjak dari duduk hendak membersihkan diri.
Risa merenungkan kata-kata ayahnya, kemudian Risa bertekad untuk dapat membelikan ayahnya kopyah baru. Keesokan hari dan seterusnya, Risa mengumpulkan uang. Hingga beberapa minggu, Risa sudah mengumpulkan cukup uang untuk membeli kopyah, pergilah Risa ke toko tempat menjual kopyah.
Setelah Risa mendapatkan kopyah, pulanglah Risa ke rumah. Sore hari telah tiba, Pak Daud baru saja pulang dari bekerja. “Ayah, ini kopyah untuk ayah.” Sembari memberi sebuah kopyah baru pada ayahnya. “Kopyah ini bisa Risa beli dari hasil tabungan Risa selama beberapa minggu.” Sambungnya.
Betapa terharunya hati Pak Daud melihat putrinya kini telah dapat berpikir dewasa. Air mata keduanya tak lagi dapat ditahan. Pak Daud memeluk Risa dengan air mata berlinang.
Oleh: Abidah Sajjidah/ 7D