Di sebuah planet bernama Thuveris, tinggalah dua bangsa yang hidup di sana. Mereka adalah Bangsa Elf dan Bangsa Penyihir. Pada awalnya kedua bangsa tersebut hidup dengan aman dan damai. Mereka rukun dan tidak ada pertengkaran apapun. Sampai suatu saat terjadilah sebuah peristiwa mengerikan dimana Bangsa Elf dibantai oleh Bangsa Penyihir. Hal tersebut dikarenakan sifat iri dan dengki yang dimiliki oleh para penyihir sebab mereka tidak memiliki sihir yang sekuat Bangsa Elf.
Persitiwa mengenaskan tersebut membuat pertumpahan darah yang tak terhindarkan, perang besar antara para elf dan penyihir pecah dan terjadi selama 20 tahun lamanya. Setelah 20 tahun, pada akhirnya tidak ada kemenangan di antara dua belah pihak tersebut. Para penyihir yang ribuan jumlahnya pun pada akhirnya tetap tidak bisa mengalahkan para elf yang jumlahnya tidak sampai setengah pasukan penyihir. Setelah pertempuran usai, para elf yang tersisa bahkan tidak sampai 50 jiwa tersebut mengasingkan diri bagian selatan Thuveris dengan sisa sihir yang ada para elf membangun sebuah desa dengan pelindung sihir yang amat kuat dan memulai kehidupan mereka di sana. Ratusan tahun berlalu sejak pertempuran tersebut, kini para elf sudah hidup aman di desa yang dilindungi sihir tersebut, desa itu mereka sebut dengan Desa Ruvenia.
Di pagi hari yang cerah, tinggalah seorang anak yang bernama Lisayera, anak dari pemimpin Desa Ruvenia. Lisayera atau yang akrab dipanggil Saye merupakan gadis yang cantik nan baik hati, Saye memiliki rambut pirang yang berkilauan bagai emas saat terkena cahaya, mata biru laut seperti bertabur serbuk berlian. Saye disukai oleh semua penduduk desa karena sifatnya yang baik hati dan ramah kepada siapa saja. Dikarenakan statusnya yang sebagai anak dari pemimpin desa, sejak kecil Saye selalu diajarkan berbagai ilmu untuk melanjutkan tugas ayahnya sebagai pemimpin desa.
Ia belajar tentang sejarah Bangsa Elf, cara mengendalikan sihir, etiket dan juga berbagai hal lain, dari semua hal ia pelajari Saye penasaran akan suatu hal, hal yang dekat dengannya namun tidak boleh ia lewati maupun pelajari, hal itu adalah ada apa saja di balik pelindung sihir. Tentu Saye tahu bahwa di luar sana ada Bangsa Penyihir yang ratusan tahun lalu membantai para elf dengan alasan iri dan dengki, namun apakah benar karena alasan itu penyihir membantai elf? Bagaimana jika ada alasan lain dibalik peristiwa mengenaskan itu yang tidak diketahui Bangsa Elf? Semua pertanyaan itu selalu terbesit di pikiran Saye.
Saat ini sudah di penghujung musim gugur, sebentar lagi akan memasuki musim dingin itu juga menandakan bahwa pesta kedewasaan Saye sudah dekat. Saye akhirnya akan genap berusia 18 tahun pada tahun ini, dan pada tahun ini juga Saye akan mendapatkan grimoire. Grimoire adalah buku yang mengandung sihir yang kuat didalamnya dan hanya dapat dikendalikan oleh Bangsa Elf, grimoire adalah anugrah dari para Dewa untuk Bangsa Elf. Hari silih berganti, kini telah tiba di hari upacara kedewasaan Saye. Saye yang sedang bersiap di dalam kamarnya tiba-tiba mendengar suara ketukan pintu, ketukan pintu itu berasal dari ibunya.
“Apakah kamu sudah siap, Nak?” tanya sang Ibu.
“Sudah, Bu. Ayo kita keluar,” jawab Saye sambil tersenyum manis.
Upacara kedewasaan pun dimulai, Saye masuk ke lapangan upacara dan disambut meriah oleh para elf yang lain. Saye berjalan menuju kedepan pohon sihir diiringi oleh lemparan bunga dan doa doa dari para elf. Tepat di depan pohon sihir, Saye dan Ayahnya berdiri dan mulai mengucap mantra. Secercah cahaya keluar dari pohon sihir bersamaan dengan keluarnya grimoire milik Saye. Upacara dilanjutkan dengan menngucap harapan Saye untuk masa depan.
“Semoga di masa depan, Bangsa Elf dan Bangsa Penyihir bisa hidup berdampingan dengan damai,” ucap Saye dengan bersungguh-sungguh dan penuh harap. Suasana yang riang gembira tiba-tiba menjadi suram dan mencekam dalam sekejap.
“Apa yang kamu katakan, Saye?” tanya sang ayah dengan nada yang sudah meniggi.
“Nak, apakah kamu lupa tentang apa yang dilakukan Bangsa Penyihir di masa lalu?” sang Ibu ikut bertanya seolah tak menyangka apa yang baru saja keluar dari mulut putrinya.
“Aku tahu, Bu, Yah. Bukankah masih ada harapan tentang berdamai dengan para penyihir? Lagi pula kita juga tidak tahu apa alasan sebenarnya para penyihir menyerang kita,” Saye mengatakan hal tersebut dengan jelas sehingga terdengar oleh semua tamu.
“Mereka semua iri dengan kekuatan kita!” Ayah yang sudah kehilangan kesabarannya pun berteriak kepada Saye.
“Itu semuakan hanya alasan yang dilihat dari sudut pandang kita, kita tidak tahu apa sudut pandang mere-,” kata-kata Saye terpotong oleh sebuah tamparan keras yang mendarat di pipinya yang halus, semua orang terkejut dengan tamparan dan suasana menjadi hening seketika. Saye sangat syok dengan tamparan itu, sambil menangis Saye berlari keluar dari lapangan, ia berlari dan terus berlari hingga sampai di depan pelindung sihir.
Tanpa berpikir panjang, Saye menggunakan kekuatannya untuk berusaha menembus pelindung sihir. Tidak disangka, ternyata kekuatan yang Saye keluarkan sangatlah besar, kekuatan ini berada di atas rata-rata para elf. dan akhirnya kekuatan Saye dapat menembus pelindung sihir tersebut.
Saye yang sudah berhasil keluar dari pelindung sihir mulai menjelajah sekitar. Yang ia dapati di sekitarnya adalah hutan yang sangat lebat, sunyi dan sepi bagai tak ada kehidupan sama sekali. Saye mulai berjalan ke depan dengan dalam kondsi tetap siaga dan siap bertarung apa bila ada sesuatu yang mengancam. Tak jauh dari dari tempatnya pertama kali berpijak, Saye melihat sebuah tempat perkemahan kecil dan sederhana, karena perkemahan itu kosong Saye beristirahat sejenak di sana.
Saye duduk termenung berdiam diri sambil mengingat kejadian yang baru saja menimpanya itu, tak terasa air matanya menitik membasahi pipi bekas tamparan ayahnya tadi. Saye menangis sambil bertanya-tanya apakah benar sudah tidak ada harapan untuk Bangsa Elf dan Bangsa Penyihir bersatu lagi.
“Aku akan mencari cara agar elf dan penyihir bisa berdamai!” ucap Saye dengan lantang.
“Siapa kamu?” terdengar suara laki-laki dari arah belakang dan benar saja ada seorang laki-laki sebaya dengan Saye berdiri sambil membawa beberapa bangkai burung. Saye yang sangat terkejut dengan adanya seorang penyihir laki-laki hanya bisa diam mematung.
“Aku tanya siapa kamu? Dan juga apa kamu seorang elf?” tanya laki-laki itu dengan keheranan sambil berjalan mendekati Saye.
“Jangan mendekat!” teriak Saye sambil mengeluarkan kekuatannya bersiap untuk menyerang.
“Tenanglah, aku tidak akan menyakitimu. Lagipula aku juga tidak membenci elf,” kata laki-laki itu, karena merasa laki-laki itu tidak berbohong Sayepun mengurungkan niatnya untuk menyerang. Saye memberanikan diri untuk berbicara dengan laki-laki yang ditemuinya itu
“Namaku Lisayera, benar aku adalah seorang elf.”
“Namaku Derrick, bagaimana bisa seoran elf sepertimu ada di wilayah penyihir?” ucap Derrick.
“Aku kabur dari desa,” kata Saye.
“Mengapa?” tanya Derrick keheranan.
Saye mengehela napas dan menjawab, “Aku berkata bahwa aku harap suatu hari Bangsa Penyihir dan Bangsa Elf akan berdamai lalu ayahku marah dan menamparku itu sebabnya aku pergi dari desa.”
Derrick yang memperhatikan lalu berkata, “Hmm, elf dan penyihir ya. Penyihir menggangap bahwa Bangsa Elf merupakan ancaman.”
“Apa? Ancaman?” tanya Saye.
“Iya ancaman, Bangsa Penyihir mendengar ramalan bahwa suatu saat Bangsa Elf akan membinasakan Bangsa Penyihir dengan kekuatannya yang dahsyat dan akan menguasai dunia,” jelas Derrick.
“Berarti pembantaian Bangsa Elf dulu bukan karena iri akan kekuatan kami?” tanya Saye.
“Bukan, lagipula para penyihir sangat percaya diri dengan kekuatannya walaupun masih kalah kuat dengan elf,” sambung Derrick.
“Kami para elf sangat memegang prinsip tidak boleh menyakiti makhluk lain ramalan itu pasti tidak benar,” jawab Saye dengan tegas. Keheningan terjadi beberapa saat namun akhirnya Derrick mengatakan sesuatu.
“Apakah mungkin ada yang mengadu domba?”
“Bisa jadi,” jawab Saye.
“Jadi, Derrick, maukah kamu membantuku mendamaikan elf dan penyihir?” tanya Saye.
“Baiklah,” jawab Derrick dengan penuh keyakinan.
Setelah itu, Derrick mengajak Saye untuk pergi ke ibukota para penyihir, di ibukota itulah terdapat kerajaan penyihir yang dipimpin oleh Ratu Penyihir. Sebelum sampai di ibukota, Derrick meminta agar Saye merubah penampilannya agar tidak ketahuan oleh para penyihir. Sayepun menggunakan kekuatannya untuk merubah penampilannya, Saye merubah warna rambutnya menjadi warna hitam dan merubah warna matanya menjadi warna ungu. Penampilan tersebut sangat mirip dengan penampilan Derrick, rambut hitam pekat dan mata ungu yang membuat aura misterius terpancar darinya.
Sesampainya di ibukota, Saye dan Derrick langsung menempuh jalan menuju istana penyihir. Namun, dikarenakan Derrick bukanlah seorang anggota kerajaan maupun bangsawan maka mereka perlu menyelinap agar dapat masuk ke dalam istana. Kedatangan mereka ke istana adalah untuk menjelaskan bahwa terjadi kesalahpahaman antara Bangsa Elf dan Bangsa Penyihir, namun tentu saja itu akan lebih sulit dari pada apa yang Saye bayangkan.
Saye dan Derrick telah sampai di gerbang istana, sekarang mereka pelu mencari cara agar dapat masuk ke dalam istana, Derrick yang memiliki sihir istimewa yaitu sihir transparansipun langsung menggunakan sihir itu ke tubuhnya dan Saye. Alhasil mereka dapat masuk ke istana tanpa hambatan sedikitpun. Derrick langsung memimpin jalan menuju ke aula istana. Sesampainya di aula, Derrick langsung melepaskan sihirnya. Ratu sangat terkejut dengan kedatangan orang luar secara tiba-tiba ditambah lagi dengan adanya Bangsa Elf di wilayahnya.
“Bagaimana bisa seorang Elf bisa masuk ke istana!” teriak ratu.
“Tunggu, ratu tolong dengarkan penjelasan saya,” Saye menyela.
“Ratu, terdapat kesalahpahaman diantara Bangsa Elf dan Bangsa Penyihir, ramalan tentang Bangsa Elf yang akan menguasai dunia semua itu kebohongan!” jelas Saye dengan suara lantang.
“Ratu, kita harus menyelesaikan kesalahpahaman ini,” tambah Derrick.
“Huh, bagaimana bisa aku mempercayai kata-kata kalian yang tanpa bukti seperti ini. Bangsa Elf adalah bangsa yang akan menghancurkan dunia apabila dibiarkan berkuasa, kami penyihir hanya melindungi Thuveris dari para elf si perusak itu,” kata Ratu.
“Ugh, itu tidak benar ratu, kami memang tidak mempunyai bukti tapi tolong percayalah,” Saye memohon.
“Cukup! Aku muak mendengar omong kosongmu, pengawal! Tangkap dan eksekusi mereka!” perintah Ratu. Para penggawal berbondong-bondong masuk ke aula hendak menangkap Saye dan Derrick. Namun dengan cepat Derrick mengaktifkan sihir transparansinya, merekapun berhasil kabur dari istana itu.
Saye dan Derrick sampai di desa pinggir istana kerajaan merekapun bersembunyi di sana. Saye benar-benar murung karena gagal membuat ratu percaya padanya, walaupun ia tahu bahwa itu wajar karena ia tidak mempunyai bukti dan percaya pada pernyataan musuh adalah hal aneh. Saye sibuk memikirkan cara bagaimana agar dia mendapatkan bukti akan kebenaran perkataannya. Sementara itu, Derrick sibuk mencari sesuatu yang bisa dimakan agar dapat memulihkan energinya setelah terkuras banyak saat pelarian. Akhirnya yang bisa Saye lakukan hanyalah berdoa pada Dewa.
“Ya Dewa, tolong bantu aku mendamaikan dua bangsa ini ya Dewa,” Saye berdoa dengan sungguh-sungguh. Tiba-tiba terdapat cahaya terang yang menyinari Saye, Saye yakin itu adalah Dewa yang akan menolongnya. Namun belum sempat mengucap apapun Saye langsung ditarik oleh Derrick karena melihat pasukan istana datang. Derrick tak bisa menggunkan sihirnya karena kehabisan energi, Sayepun hendak memelawan dengan kekuatannya namun sihirnya tidak keluar sedikitpun, rupanya lingkungan istana telah dipasangi pelindung sihir yang membuat elf tidak bisa menggunakan sihirnya. Mereka berduapun ditangkap dan diserahkan ke Ratu Penyihir. Mereka dibawa secara paksa ke istana dan dilemparkan ke bawah kaki sang ratu.
“Huh, Bangsa Elf yang menjijikan dan juga pengkhianat Bangsa Penyihir, benar-benar menggelikan. Eksekusi mereka sekarang!” Ratu memberi perintah.
Para pengawalpun langsung menyeret mereka ke tengah halaman istana dan langsung hendak mengeksekusi mereka. Tangis Saye pecah ia merintih meminta tolong pada seseorang, namun yang ia dapat hanyalah sorakan dari para rakyat kekaisaran penyihir untuk eksekusi mereka.
“Dewa, tolong kami,” ucap pasrah Saye.
“Saye, jika kita memang akan terbunuh disini, setidaknya kita sudah berjuang untuk mendamaikan Bangsa Elf dan penyihir,” kata-kaya yang terlontar dari Derrick itu semakin Saye sedikit tersenyum walaupun air matanya tetap mengalir.
Tiba-tiba saja angin berembus sangat kencang sampai semua yang ada di sana jatuh tersungkur, tak lama setelah itu munculah cahaya yang amat terang dari langit lalu terdengar suara,
“Wahai para penyihir, apa yang diucapkan anak itu benar adanya.”
“Ramalan akan Bangsa Elf yang menguasai dan menghancurkan dunia adalah sebuah kebohongan yaang dibuat oleh raja terdahulu Bangsa Penyihir,” suara itu mengatakan hal yang amat mengejutkan bagi kedua bangsa tersebut.
“Raja itulah yang sebenarnya menginginkan dunia di bawah kendalinya, namun pada akhirnya ia tewas dalam perang ratusan tahun yang lalu. Jadi mulai saat ini, berdamailah kalian kedua bangsa dan jangan ada pertumpahan darah lagi,” suara dan cahaya itu akhirnya meredup lalu menghilang. Semua orang hanya bisa mematung mendengar suara tadi. Akhirnya sang ratu angkat bicara dan memerintahkan untuk melepas Derrick dan Saye.
Selang beberapa menit, para elf datang ke istana setelah mendengar suara yang sama dengan apa yang para penyihir tadi dengar. Ayah dan Ibu Saye langsung berlari dan memeluk putrinya sembari menangis. Pada akhirnya kedua belah bangsa telah mengetahui kebenaran dari konflik yang telah terjadi selama ratusan tahun ini. Merekanpun setuju untuk berdamai dan berjanji tidak akan ada lagi bertumpahan darah yang terjadi. Bangsa Penyihir juga meminta maaf atas apa yang raja terdahulu mereka perbuat dan peristiwa berdarah ratusah tahun lalu. Dan tentu saja Bangsa Elf memaafkannya dan mereka hidup damai dan sentosa di Thuveris.
-Tamat-
Karya:
Nama: Ailsa Prabadewati